Jaminan Dana Pengaman HDG Dilapor Polda

Taliwang, – Kasus peminjaman sertifikat tanah untuk dijadikan sebagai jaminan untuk mengelola dana pengaman Harga Dasar Gabah (HDG) tahun 2006 berbuntut pada rana hukum, dimana Hj Saidah selaku pemilik sertifikat melaporkan H Suaib selaku peminjam ke Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), lantaran sampai saat ini sertifikat dimaksud belum juga dikembalikan.

Untuk mendapatkan kembali haknya, Hj Saidah menggunakan jasa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solidaritas Indonesia untuk melaporkan dugaan penggelapan atas sertifikatnya itu, sesuai dengan surat kuasa khusus bernomor B-4.002.LBH-SI.SBW.06.17 dan surat laporan ke Polda NTB bernomor P-05.007.LBH-SI.SBW.01.18 perihal pengaduan terhadap indikasi telah terjadi penggelapan.
Miftahul Farid SH selaku kuasa hukum dari LBH Solidaritas Indonesia kepada media ini menyampaikan, jika pihaknya sudah melakukan penelusuran untuk mengetahui keberadaan sertifikat yang menjadi obyek perkara tersebut. Hasilnya, sertifikat itu ada di Bank Muamalat cabang Taliwang untuk dijadikan jaminan mendapatkan dana pengaman HDG sebesar Rp. 350 juta. “Sertifikat itu dijadikan jaminan untuk mendapatkan kepercayaan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebagai pengelola dana HDG,” kata Farid sapaan akrabnya.

Untuk memastikan bahwa benar sertifikat itu sebagai jaminan dana pengaman HDG, Farid mengaku sudah mendapat keterangan dari pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) KSB. “Pemerintah KSB melalui Dinas Koperindag membenarkan bahwa sertifikat dimaksud dijadikan jaminan dana pengaman HDG. Keterangan itu memperjelas telah terjadi penggelapan oleh terlapor (H Suaib, red),” tegasnya.

Dikesempatan itu Farid juga mengaku bahwa dalam surat laporan yang disampaikan kepada Polda NTB melalui direktur kriminal umum ditegaskan, jika terlapor patut diduga telah melakukan kejahatan penggelapan yang diatur pada pasal 372 KUHP yang berbunyi, barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak 900 ribu junto pasal 55 KUHP.

Saat itu juga Farid mengakui jika pihaknya lebih memilih untuk melaporkan ke Polda NTB, lantaran berkeinginan kasus itu bisa cepat ditangani, agar ada kepastian hukum terhadap kasus dimaksud. “Saya sedikit ragu bisa cepat tuntas kalau dilaporkan ke Polres KSB jadi lebih memilih dilaporkan ke Polda aja,” timpalnya. **