AIR PDAM MACET, SALAH SIAPA?

Novi Dewi Sartika


(Alumni Institut Pertanian Bogor)


Cuitan status sebagian masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) di media sosial terutama di facebook (FB) mengeluhkan macetnya air PDAM. Jangankan di media sosial, di dunia nyata pun emak-emak tidak kalah mengeluhnya. Emak-emak yang selalu rempong mengurus rumah tangga, anak-anak, malah dirempongkan lagi dengan macetnya air PDAM. Tak jarang dari emak-emak yang mengeluarkan statement ‘sudah bayar air mahal malah macet pula’ (kudu sabar emak-emak e..). Walaupun keluhan tetap terlontar dari bibir mereka, apa mau dikata, emak-emak pun harus tetap mencari sumber air untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, tak sedikit pula dari emak-emak yang tersita waktunya untuk mengangkut air dari sumur tetangga yang jaraknya sungguh menguras energi yang cukup besar. Memang tak bisa dipungkiri, sebagian besar masyarakat KSB menggantungkan diri untuk mendapatkan air bersih dari PDAM.
Inilah realita, sudah satu minggu lebih air PDAM tidak mengalir ke rumah-rumah warga, dengan dalih bahwa ada kerusakan pipa akibat intensitas hujan yang cukup tinggi siang dan malam. Tidak mengalirnya air PDAM ini disinyalir akan berlangsung selama satu bulan ke depan. Sebenarnya, kejadian ini bukan kali pertama terjadi, tetapi sudah bertahun-tahun ketika musim hujan tiba air PDAM selalu macet dalam jangka waktu yang cukup lama. Seharusnya, hal ini menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat mengingat air merupakan kebutuhan yang vital untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.
Keluh-kesah wajar disampaikan oleh rakyat kepada pemimpinnya. Rasulullah SAW pun bersabda “Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinannya.”(HR. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab pun hal serupa pernah terjadi. Saat itu masa paceklik dan kemarau melanda tanah Arab. Beliau sebagai Amirul mukminin kalah itu berkunjung ke sebuah desa terpencil. Dalam perjalanan, langkah beliau pun terhenti karena mendengar isak tangis seorang anak. Beliau mendekati sumber suara yang ternyata mendapati seorang ibu berada di depan perapian sambil mengaduk bejana yang berisi batu. Dan isakan tangis anak kecil yang mencuat tersebut disebabkan kelaparan yang melanda. Khalifah Umar r.a pun terpukul dan merasa berdosa karena membiarkan seorang ibu dan anaknya kelaparan di wilayah kekuasaannya. Tanpa peduli rasa lelah, Khalifah Umar r.a mengangkat sendiri karung gandum di punggungnya dan mengantarkan ke tempat wanita tersebut. Sesampai di tempat tujuan, Khalifah Umar r.a memasak sendiri makanan untuk wanita dan anak kecil tersebut.
Sungguh, sahabat yang dijaminkan surga pun sangat takut dengan hari pembalasan, yang dimana Allah SWT akan meminta pertanggung jawaban atas amanah yang diembannya. Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda :“ Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang isteri adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya. Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian”. (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu sempurnanya Islam, dari hal sekecil apapun hingga tata cara menjadi pemimpin yang diridhoi sudah diatur di dalamnya. Jadi tak lain, ketika ingin sejahtera maka terapkan aturan Islam di semua lini kehidupan. Wallahu a’lam.