Disnakertrans Belum Temukan Indikator Penambah UMK 2019

Taliwang, – Dewan pengupahan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) akan menggelar rapat untuk membahas usulan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2019 pada Jum’at 26/10 (hari ini, red), namun pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) belum menemukan indikator yang menjadi dasar besaran UMK tahun 2019 lebih besar dari tahun ini.

 

Drs Zainuddin Har, MM selaku kabid Hubungan Industrial dan Perlindungan pada Disnakertrans KSB menyampaikan, ada beberapa indikator yang menyebabkan UMK harus lebih besar dari tahun sebelumnya, seperti Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi termasuk pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). “Hasil evaluasi sementara, KHL masih pada angka Rp. 2 juta atau sebesar UMK tahun 2018, terus inflasi berada pada kisaran 3,72 persen, lalu PDRB berada pada posisi 4,99 persen,” tandasnya.

 

Meskipun Disnakertrans belum menemukan indikator yang akan menjadi dasar usulan UMK tahun 2019 melebihi UMK tahun 2018, namun penentuannya tetap melalui mekanisme rapat yang akan dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan KSB. “Hasil survey terhadap beberapa indikator itu akan disampaikan dalam rapat dewan pengupahan, sehingga bisa dijadikan pijakan dalam menentukan besaran UMK tahun 2019,” lanjutnya.

 

Terlepas berapa besar UMK 2019 yang menjadi keputusan dewan pengupahan untuk diusulkan kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah mendapat persetujuan Bupati KSB, Zainuddin berharap keputusan bisa diterima lebih cepat, agar dapat dilakukan sosialisasi secara terbuka kepada semua perusahaan, sehingga diawal tahun 2019 mendatang bisa langsung diterapkan. “Kalau keputusan Gubernur NTB cepat kami terima, maka dilanjutkan dengan sosialisasi atau pemberitahuan kepada semua perusahaan,” katanya.

 

Jika UMK 2019 sama dengan tahun 2018, maka Disnakertrans tidak terlalu berat untuk melakukan pengawasan, mengingat sebagian besar perusahaan sudah menerapkan UMK sebesar Rp. 2 juta. “Kalau nominal sama dengan UMK 2018, maka perusahaan yang diketahui membayar upay dibawah UMK akan mendapat peringatan keras,” janjinya, sambil mengakui bahwa ada beberapa perusahaan yang masih membandel.

Zainuddin mengakui bahwa pihaknya harus menempuh jalur mediasi untuk penerapan UMK 2018, mengingat ada beberapa perusahaan yang sedang merintis atau baru mendapatkan paket kerjaan, sehingga kalau dipaksa untuk menerapkan UMK, perusahaan tersebut bisa saja melakukan pengurangan pekerja dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Perusahaan yang tidak menerapkan UMK diminta untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjaan pada sisi lain. Keputusan itu sendiri harus atas persetujuan dari pekerja itu sendiri,” urainya.

 

Sebagai informasi, setiap tahun UMK yang diterapkan di Bumi Pariri Lema Bariri terus mengalami lonjakan yang cukup fantastis, bahkan tercatat sebagai kabupaten yang tertinggi penetapan UMK. Buktinya, tahun 2016 diterapkan UMK sebesar Rp. 1.368.000,-/bulan, lalu 2017 sebesar Rp. 1.783.000 dan tahun 2018 naik sebesara 11,96 persen atau genap Rp. 2 juta. **