31 Maret, Batas Akhir Penyampaian SPJ Rumah Gempa

Taliwang, – Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), telah mengingatkan kepada Kelompok Masyarakat (Pokmas), Fasilitator serta Aparatur Sipil Negara (ASN) pendamping dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab Rekon) terhadap rumah korban gempa, jika pemerintah pusat memberikan ketetapan tentang batas akhir penyampaian pertanggung jawaban keuangan (SPJ) pada akhir Maret 2020 mendatang.

“Kita diberikan waktu untuk menyelesaikan SPJ sampai akhir bulan ini. Untuk membantu merampungkannya, kami telah membentuk tim yang akan melakukan evaluasi saat menerima laporan awal dari Pokmas,” aku Ir Lalu Muhammad Azhar, MM selaku Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD KSB.

Masih keterangan Lalu Azhar, sampai saat ini pihaknya sudah menerima SPJ mencapai 50 persen, tetapi belum bisa dipastikan bahwa SPJ dimaksud sudah dinyatakan rampung atau sudah memenuhi standar yang ditetapkan. “Kalau perbaikan tidak terlalu banyak dan non tekhnis, maka tim BPBD langsung menganggap selesai atau rampung SPJ yang diterima itu,” lanjutnya.

Meskipun persentase yang belum menyelesaikan SPJ tinggal sedikit, namun harus tetap dikawal sampai tuntas, karena pemerintah pusat hanya menerima SPJ secara menyeluruh. “Kami sudah sering mengingatkan agen, Pokmas, ASN pendamping dan Fasilitator, jika menemui kendala dalam proses SPJ, dapat langsung mendatangi BPBD dan bertemu dengan tim, sehingga bisa dicarikan solusi bersama dalam penyelesaiannya,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu Lalu Azhar juga mengaku bahwa SPJ untuk pekerjaan rehab ringan bukan sebesar Rp. 10 juta sesuai estimasi, tetapi hanya sebesar Rp. 9,490 juta atau ada kekurangan masing-masing Rp. 510 ribu. “Kekurangan itu sendiri terjadi akibat masih adanya kekurangan transfer dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar Rp. 4.238.906.947, jadi kekurangan itu akan diserahkan kepada pemilik rumah korban gempa kategori rusak ringan setelah tertransfer oleh BNPB,” janjinya.

Diingatkan bahwa kebijakan pengurangan biaya bagi pekerjana rusak ringan terpaksa dilakukan, sebab kalau direalisasikan sebesar Rp. 10 juta sesuai penetapannya, maka akan ada sekitar 400 lebih rumah korban gempa rusak ringan yang tidak mendapatkan dana stimulus tersebut. Konsep bagi rata itu dilakukan, juga untuk menghindari munculnya konflik akibat tidak semua korban rusak ringan menerima realisasi bantuan. Apalagi para korban ini sudah cukup lama menunggu realisasi bantuan dimaksud, sebagian bahkan rumahnya sudah selesai diperbaiki. **